Pernahkah kamu ingin bertemu developer idolamu untuk ungkapkan seberapa besar pengaruh game mereka kepadamu, atau mungkin meminta langsung dengan beliau untuk membuat game bersamanya? Inilah mungkin yang dirasakan Davide Soliani, game director dari game terbaru Ubisoft untuk Nintendo Switch yang berhasil dapatkan review positif – Mario+Rabbids Kingdom Battle.
IGN yang wawancarai Soliani menanyakan berbagai hal akan bagaimana game ini bisa terealisasi, bagaimana rasanya bertemu sang desainer game legenda Shigeru Miyamoto dan bagaimana dirinya bisa bertarung antara menjaga profesionalisme sebagai developer dan penggemar beliau di waktu yang sama dalam video 8 menit berikut ini.
Davide Soliani jelaskan dirinya adalah penggemar Nintendo sejak kecil. Game Nintendo dan Shigeru Miyamoto lah yang menginspirasinya mengambil karir developer game. Saat pertama kali memasuki kantor Nintendo di Kyoto untuk temui sang legenda idolanya – Shigeru Miyamoto soal proyek crossover Rabbids dan Mario, dia akui ketakutan setengah mati. Dia merasa terbagi menjadi dua karakter, penggemar Nintendo yang ingin minta tanda tangan Miyamoto dan seorang developer profesional yang ingin presentasikan prototype-nya ke desainer legenda. Dia berhasil jaga profesionalisme sebagai developer didepan Miyamoto meskipun beberapa kali hilang konsentrasi karena berbagai hai seperti kaos kaki yang dipakai Miyamoto.
Nintendo setujui prototype dari Saloini dan timnya dengan satu syarat: “Jangan membuat game tersebut sebagai platform.” Mendengar syarat tersebut, Saloini dan timnya bawa satu hal yang tak pernah ada di mario game – senjata api. Sebuah ide gila untuk game mario yang biasanya kalahkan musuh dengan melompat dan hanya gunakan senjata tumpul, tapi Miyamoto langsung setujui ide tersebut karena mereka mampu seimbangkan ide tersebut tanpa merusak karakter dan dunia dari game Mario.
Nintendo kemudian meminta dia dan timnya perlihatkan playable prototype dalam waktu 3,5 minggu selanjutnya. Dan karena ambisi yang besar untuk membuat idolanya terkesan, dia membangun prototype yang tak hanya perlihatkan konsep dunia dari game ini saja tapi juga konsep gameplay lengkap dengan model 3D detil dan animasi dari Mario dan Luigi buatannya sendiri. Usahanya tak sia-sia, Miyamoto kagum dengan prototype-nya. Soliani akui hanya bisa terdiam dan menangis sangat mendengar ucapan “saya kagum” keluar dari mulut Miyamoto saat keluar dari kantor Nintendo.
Saat proyek ini ternyata bocor dan tersebar ke internet, Soliani bersama timnya langsung patah semangat. Banyak gamer berikan respon yang negatif dan pesimis terhadap proyeknya. Crossover ini dianggap sebagai lelucon besar dari Ubisoft dan diekspektasi akan jadi game buruk karena reputasi karakter Rabbids yang dikenal menjengkelkan dan ide yang terkesan konyol untuk mencampur adukkan franchise legenda dengan karakter paling dibenci di dunia gaming.
Pada acara E3 beberapa bulan yang lalu, Miyamoto hadir untuk perkenalkan game ini bersama CEO dari Ubisoft. Mereka perlihatkan gameplay dari game ini dan respon negatif saat pertama kali diumumkan di media berputar balik menjadi positif setelah gameplay terlihat jauh lebih baik dari ekspektasi. Mendengar tepuk tangan dari penonton sudah cukup untuk membangkitkan semangat Soliani dan timnya kembali. Tetapi momen paling tak terlupakan baginya adalah saat namanya dipanggil dan dipuji oleh Miyamoto langsung di pangggung yang ditonton jutaan gamer di seluruh dunia, hasilkan salah satu momen terindah dari E3 tahun ini.
Mario+Rabbids Kingdom Battle telah dirilis dan berhasil kejutkan para gamer. Game ini berhasil dapatkan review gemilang dari para kritik dan gamer untuk gameplay yang menyenangkan, boss yang unik dan tidak membuat karakter Rabbids menjengkelkan seperti biasanya. Semua ini berhasil dicapai dengan usaha, ambisi dan rasa cinta David Soliani bersama timnya terhadap Mario dan para gamer.
Pesan terakhir dari David Soliani untuk para anak muda yang tertarik menjadi developer game karena terinspirasi developer legenda seperti Miyamoto tak panjang: “Tetaplah berkerja keras dan pantang menyerah.”
Credits: IGN