Kehadiran dari artificial intelligence atau yang lebih dikenal dengan AI kini tengah digalakkan untuk jadi standar masa depan. Hal tersebut dibuktikan dengan kombinasi dari Stable Diffusion dan fMRI, yang mampu olah atau rekonstruksi sinyal otak manusia ke dalam bentuk visual dengan mudahnya.
Hal ini tentunya cukup mengejutkan, karena teknologi yang tergolong baru tersebut mampu lakukan lompatan pencapaian dalam waktu yang tergolong singkat. Ditambah kemampuannya saat ini, tidak tutup kemungkinan popularitas AI akan kian melejit ke depannya.
Hasil dari Stable Diffusion dan fMRI Cukup Akurat dengan Membaca Pikiran Manusia
Sebagaimana yang telah kami sebut dalam artikel sebelumnya, Stable Diffusion adalah salah satu AI yang dirancang sedemikian rupa oleh sekelompok peneliti dari LMU Munich dan Runway, berikut pemain besar yang bergerak di bidang artificial intelligence, EleutherAI dan LAION.
Bermacam uji coba dan penelitian yang dilakukan oleh bermacam kelompok peneliti tersebut kini membuahkan hasil.
Di mana baru-baru ini sekelompok peneliti dari Graduate School of Frontier Biosciences, Osaka University, CiNet, NICT dari Negeri Sakura, telah sukses kombinasikan Stable Diffusion dan fMRI atau gelombang otak manusia. Hasilnya mengejutkan, karena AI tersebut bisa visualisasikan dengan cukup akurat.
Sekelompok peneliti tersebut katakan bahwa mereka uji coba hal tersebut dengan memanfaatkan beberapa data yang dimiliki Natural Scenes Dataset (NSD).
Menariknya, para peneliti tersebut tidak melatih AI-nya untuk hadirkan hasil yang cukup akurat, dan hanya gunakan model linier sederhana yang mampu petakan gelombang otak bawah dan atas, untuk kemudian diproses oleh Stable Diffusion.
Untuk hasilkan gambar, para peneliti membagi otak atas untuk membuat visual, dan otak bawah untuk membuat teks untuk kemudian diproses oleh sang AI. Semua proses tersebut memanfaatkan Stable Diffusion dan fMRI untuk hasilkan visual, yang sayangnya bila kami jabarkan semuanya di sini akan cukup rumit untuk dipahami.
Butuh Waktu yang Relatif Lama untuk Sampai di Titik Ini
Tidaklah heran bila hasil Stable Diffusion dan fMRI bisa dikatakan cukup akurat. Penelitian terkait fMRI yang merupakan kependekan dari Functional Magnetic Resonance Imaging tersebut ternyata dimulai pada tahun 2018 silam.
Di mana saat itu sekelompok peneliti dari Jepang, mendemonstrasikan bagaimana caranya jaringan syaraf manusia mampu rekonstruksi gambar melalui rekam fMRI. Tahun berikutnya, sekelompok peneliti dari Meta yang diketuai oleh Jean-Remi King, sukses olah gambar dari jaringan syaraf seekor monyet untuk jadi referensi.
Lompat ke tahun 2022, para peniliti dari University of Texas tak mau kalah. Mereka memamerkan bahwa model GPT dapat deskripsikan konten berbasis teks yang dilihat seseorang dalam video dari pemindaian fMRI.
Kemudian pada November 2022, tim dari National University of Singapore, Chinese University of Hong Kong, dan Stanford University, memanfaatkan teknologi MinD-Vis alias Sparse Masked Brain Modeling with Double-Conditioned Latent Diffusion Model for Human Vision Decoding untuk akhirnya digunakan pada AI yang kita gunakan hari ini.
Sampai pada puncaknya Stable Diffusion dan fMRI yang kita bahas kali ini. Di mana ini adalah sebuah pencapaian yang patut diapresiasi karena pada akhirnya teknologi kini bisa dikombinasikan dengan manusia.
Baca juga informasi menarik lainnya terkait Tech atau artikel lainnya dari Bima. For further information and other inquiries, you can contact us via author